Pertanyaan :
Perkenalkan Bapak Hamdan Zoelva, nama saya SN. Saya adalah mantan terpidana yang telah selesai menjalani hukuman pidana, dapatkah saya mencalonkan diri menjadi kepala daerah?
Jawaban :
Terhadap pertanyaan saudara dapat disampaikan bahwa pada pokoknya seseorang yang telah menjalani masa hukuman pidana, dapat mendaftarkan diri menjadi calon kepala daerah dengan ketentuan sebagai berikut :
– 5 Tahun atau lebih
Jika saudara dikenai hukuman penjara karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih harus menunggu masa jeda 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman dan mengumumkan kepada publik bahwa pernah melakukan tindak pidana dan bukan merupakan tindak pidana berulang.
– Maksimum 5 tahun
Tetapi apabila saudara dihukum karena melakukan tindak pidana dengan ancaman maksimum 5 tahun (atau kurang), maka saudara dapat mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah tanpa menunggu masa jeda 5 tahun kecuali ada hukuman pencabutan hak politik dalam putusan pidana.
Ketentuan tersebut dapat dibaca pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 tanggal 11 Desember 2019 yang pada pokoknya mengubah ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Pada Pasal 7 ayat (2) huruf g undang-undang tersebut menentukan bahwa salah satu syarat seseorang untuk mendaftarkan diri menjadi calon kepala daerah adalah:
“Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana”.
Ketentuan undang-undang tersebut memberikan alternatif kepada seorang mantan narapidana yang diancam dengan ancaman hukuman 5 tahun (atau lebih) untuk menunggu masa jeda 5 tahun atau mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana.
Artinya, seseorang yang telah selesai menjalani pidana langsung dapat mencalonkan diri (tanpa jeda) apabila mengumumkan secara terbuka kepada publik bahwa ia mantan terpidana. Akan tetapi ketentuan tersebut telah diubah oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 tersebut yang dalam amarnya menentukan sebagai berikut :
g. (i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa; (ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;”
Artinya, berdasarkan putusan tersebut antara syarat menunggu masa jeda 5 tahun dengan syarat mengumumkan kepada publik yang semula merupakan syarat alternatif, diubah menjadi syarat kumulatif.
Terhadap mantan narapidana yang dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana kurang dari 5 tahun dan maksimum 5 tahun tidak berlaku ketentuan tersebut diatas. Hal itu dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 tanggal 10 Juni 2024 yang pada pokoknya menegaskan bahwa masa jeda 5 tahun tidak berlaku terhadap mantan terpidana yang dijatuhi pidana dengan pidana penjara maksimum 5 tahun. Sesuai pertimbangan hukum yang menyebutkan sebagai
berikut:
“Bahwa mengenai masa jeda 5 (lima) tahun dan hukuman pencabutan hak dipilih dalam masa jabatan publik, pertimbangan hukum Putusan PTUN Jakarta 600/2023 telah berkeyakinan Penggugat (Pemohon dalam perkara a quo) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memeroleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, oleh karenanya Penggugat (Pemohon dalam perkara a quo) tidak terikat dengan ketentuan masa jeda 5 tahun atau setidak-tidaknya secara kumulatif ketentuan dimaksud tidak dapat diberlakukan kepada Penggugat (Pemohon dalam perkara a quo).”
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 600/G/SPPU/2023/PTUN-JKT, bertanggal 9 Januari 2024 yang dirujuk dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dalam pertimbangannya menyebutkan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari fakta hukum yang terdapat dalam putusan tersebut Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Penggugat tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, oleh karenanya Penggugat tidak terikat dengan ketentuan masa jeda 5 tahun, atau setidak-tidaknya secara kumulatif ketentuan dimaksud tidakdapat diberlakukan kepada Penggugat.”
Demikian jawaban dari kami tentang masa jeda 5 tahun bagi mantan terpidana untuk mengikuti kontestasi Pemilu, semoga bermanfaat.
Referensi:
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XVII/2019 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (11 Desember 2019)
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 Tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2024 (10 Juni 2024)